Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat bersama Kepolisian dan Pemerintah Provinsi Sumbar sepakat mengedepankan penyelesaian masalah anak kemanakan melalui pendekatan restorative justice. Komitmen ini ditandai dengan penandatanganan kesepakatan bersama oleh ketiga unsur tersebut dalam sebuah pertemuan akbar seluruh niniak mamak se-Sumatera Barat.
Kesepakatan ini digagas oleh anggota DPR RI, Arisal Aziz, sebagai bentuk keprihatinan terhadap maraknya masalah sosial seperti narkoba, LGBT, dan tawuran yang mengancam generasi muda Minangkabau. Ketua LKAAM Sumbar, Fauzi Bahar, menegaskan bahwa peran niniak mamak sangat vital dalam menyelamatkan anak kemanakan dari jerat hukum formal.
“Setiap persoalan anak kemanakan adalah tanggung jawab niniak mamak. Jangan semua dibawa ke polisi, apalagi jika belum pernah tersangkut hukum sebelumnya,” ujar Fauzi. Ia menambahkan, jika anak sampai masuk penjara, dampaknya bisa sangat besar terhadap masa depan mereka, mulai dari putus sekolah hingga rusaknya mental dan masa depan.
Kebijakan restorative justice ini juga disambut baik oleh Kapolda Sumatera Barat. Menurutnya, ada ruang hukum yang memungkinkan penyelesaian damai dalam kasus tertentu, selama tidak melanggar prinsip keadilan dan hukum pidana secara umum.
Arisal Aziz turut menyampaikan harapannya agar niniak mamak tidak hanya menyelesaikan persoalan hukum anak kemanakan, tapi juga berperan aktif dalam memberantas penyakit masyarakat yang kian menggerogoti adat dan agama.
“Adat Minangkabau itu tertinggi ada di tangan niniak mamak. Jadi, semua persoalan bisa diselesaikan di tingkat masyarakat sebelum masuk ke proses hukum formal,” tegas Arisal dalam sambutannya.
Pertemuan tersebut juga membahas isu tanah ulayat dan legalitas tambang rakyat yang menjadi permasalahan di beberapa daerah Sumatera Barat. Semangat kolaborasi antara adat, aparat, dan pemerintah ini diharapkan mampu menjaga marwah Minangkabau dan masa depan generasi muda.
Penulis: HAYYIL ZARKASI
