Jakarta - Presiden Prabowo Subianto resmi mengganti dua posisi strategis di Kementerian Keuangan. Dirjen Pajak kini dijabat oleh Bimo Wijayanto, sementara Dirjen Bea Cukai diisi oleh Letjen TNI Jakabudi Utama. Langkah ini mengundang perhatian publik lantaran dinilai tak biasa—terutama karena Jakabudi masih aktif di TNI saat dipilih.
Pengangkatan dua pejabat baru ini menandai perombakan besar di pucuk pimpinan Pajak dan Bea Cukai, di tengah merosotnya pendapatan negara.
Kenapa Prabowo Butuh Orang Istana dan Militer di Pajak dan Bea Cukai?
Penunjukan ini tak lepas dari menurunnya realisasi penerimaan negara, terutama dari sektor pajak. Hingga April 2025, pendapatan negara tercatat hanya Rp810 triliun—turun 12,4% dibanding April 2024 yang mencapai Rp925 triliun.
Turunnya penerimaan pajak disebut karena:
- Koreksi penerimaan akibat penurunan harga komoditas seperti batu bara dan nikel
- Kebijakan tarif efektif rata-rata (TER)
- Relaksasi pembayaran PPN
- Implementasi sistem Coretax yang belum optimal
Sistem Coretax bahkan sempat dikeluhkan oleh para pengusaha dan jadi sorotan DPR karena kerap mengalami gangguan teknis.
Profil Bimo Wijayanto dan Letjen Jakabudi Utama
Bimo Wijayanto bukan nama asing di birokrasi. Ia lulusan SMA Taruna Nusantara dan jebolan Kemenkeu, pernah bertugas di Direktorat Jenderal Pajak hingga 2015. Terakhir, ia menjabat Sekretaris Deputi Menko Perekonomian.
Sementara itu, Letjen Jakabudi Utama—lulusan Akmil 1990—adalah mantan anggota Tim Mawar yang kerap dikaitkan dengan kasus penculikan aktivis 1998. Ia juga pernah menjabat Sekretaris Utama di BIN, namun belum pernah menduduki posisi keuangan sebelumnya. Penunjukannya sebagai Dirjen Bea Cukai menjadikannya pejabat berlatar militer pertama di posisi ini sejak era reformasi.
Dirjen Bea Cukai dari TNI, Legal atau Tidak?
Status Jakabudi sebagai prajurit TNI aktif saat diangkat jadi Dirjen Bea Cukai menuai polemik. Menurut UU TNI, jabatan sipil seperti di Bea Cukai seharusnya tidak boleh diisi oleh militer aktif, kecuali melalui mekanisme pensiun terlebih dahulu.
Peneliti dari Universitas Andalas, Benny Kurnia, menilai penunjukan ini bisa membuka pintu bagi kembalinya Dwi Fungsi ABRI. Sementara itu, Direktur Pratama Kreasi, Rianto Budi Saptono menekankan pentingnya tetap menjunjung asas legalitas, meski memahami latar belakang militer Prabowo sebagai presiden.
Bea Cukai: Dari Penyelundupan hingga Rokok Ilegal
Meski pendapatan dari bea dan cukai tumbuh 4% hingga April 2025 (menjadi Rp100 triliun), institusi ini tak lepas dari masalah:
- Penyelundupan barang masih marak
- Rokok ilegal makin merebak karena naiknya tarif cukai rokok legal
- Bea Cukai juga dinilai menghambat kemudahan usaha
Isu-isu ini yang membuat Prabowo disebut “turun tangan” langsung mengubah pimpinan Bea Cukai.
Harapan di Tengah Sorotan
Perubahan di pucuk pimpinan Pajak dan Bea Cukai diharapkan bisa menjadi solusi jangka pendek atas persoalan penerimaan negara yang merosot. Namun pengamat menegaskan: rotasi pejabat harus tetap dijalankan sesuai aturan hukum, agar tidak menimbulkan masalah legal di kemudian hari.
Dengan pengalaman Bimo di DJP, publik berharap sistem Coretax bisa segera diperbaiki agar pendapatan pajak kembali maksimal. Di sisi lain, sorotan tajam masih tertuju pada Jakabudi—bukan hanya soal legalitas, tapi juga efektivitas militer di ranah sipil.