Viral Tanpa Drama: Coach Ini Bongkar Cara Jadi Konten Kreator yang Waras!

Konten yang bernilai tak selalu ramai komentar. Satu komentar dengan konteks yang tepat bisa jauh lebih berarti daripada sejuta komentar yang merayakan kebodohan. Hal ini ditegaskan oleh Coach Rani Dariansah dalam obrolan santai namun penuh makna.

Coach Rani menyentil fenomena oversharing di media sosial, di mana banyak orang menjadikan dirinya bak CCTV berjalan, membagikan setiap detail kehidupannya demi eksistensi. Ia menekankan bahwa kebutuhan manusia untuk terhubung itulah yang jadi bahan bakar utama ledakan sosial media.

“Kita ingin connect. Tapi jangan sampai semua hal jadi konsumsi publik,” katanya. Bahkan saat lebaran, unggahan soal kebersamaan keluarga dianggap sah-sah saja, tapi apakah semua bentuk posting itu sehat secara psikologis?

Salah satu sorotan Coach Rani adalah cara dia sendiri membagikan konten. “Saya ingin menyampaikan kindness dan how to praktis untuk UMKM agar mereka tidak merasa sendiri,” ucapnya. Menurutnya, menjadi inspiratif dan edukatif adalah tujuan utama, bukan sekadar viral demi angka-angka kosong.

Ia juga menceritakan bagaimana proses kreatifnya yang kini melibatkan videografer dan tim konten. “Doorstop style lebih otentik. Saya suka karena tidak menggurui, dan dua arah. Bukan monolog kaku,” jelasnya.

Dalam membangun konten, ada enam pilar yang dipegang Coach Rani: promotion, connection, conversation, entertainment, inspiration, dan education. Tapi dua pilar terkuat menurutnya adalah inspiration dan education.

Ia mengingatkan pentingnya kejujuran dalam berkonten. Banyak yang mengaku ingin ‘bermanfaat’, padahal motivasinya sebenarnya hanya ingin terkenal. “Gue dulu juga begitu. Tapi itu melelahkan. Jadi kayak kantor berita hidup,” ujarnya blak-blakan.

Coach Rani membagikan tiga pertanyaan penting sebelum membagikan sesuatu di media sosial: kenapa kamu share itu, apa tujuannya, dan apakah itu membawa manfaat atau justru merusak mental sendiri?

Ia bahkan mengkritisi tren bagi-bagi uang di media sosial. “Lu bilangnya pengen bermanfaat, tapi sebenarnya karena ingin naik follower,” katanya. Ia mengajak audiens untuk lebih jujur terhadap diri sendiri dan tidak menjadikan “ingin bermanfaat” sebagai topeng dari ambisi pribadi.

Terakhir, Coach Rani menegaskan bahwa sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Tapi itu harus datang dari keikhlasan, bukan dari kebutuhan akan validasi semu.

Penulis: HAYYIL ZARKASI

Post a Comment (0)
Previous Post Next Post