“Kalau rumah ada anak gadis tapi toiletnya kotor, itu tanda,” begitu pembuka tajam dari Bang Lim, sosok yang belakangan viral karena perjuangannya mengangkat derajat profesi cleaning service di Indonesia.
Bang Lim bukan sosok sembarangan. Pria yang pernah menjadi pemulung ini mengaku sudah 25 tahun memperjuangkan pengakuan bagi para pekerja kebersihan yang sering dipandang sebelah mata. “Kami ada di garda terdepan, tapi suara kami paling jarang didengar,” ujarnya. Ia bahkan menyebut bahwa profesi ini sudah memiliki SKKNI sejak 2010, dan sejak itu ia serta rekan-rekan memperjuangkan agar cleaning service mendapat gaji layak setidaknya setara UMK.
Menurut Bang Lim, pekerja seperti office boy dan cleaning service bukan hanya sekadar menyapu dan mengepel. Office boy saja memiliki tujuh SOP, sementara cleaning service memiliki lebih dari 15, termasuk pembersihan kaca, buffing lantai, hingga kristalisasi dan coating vinil. “Ini bukan sekadar kerjaan, ini ilmu. Kami itu profesional, bukan jongos,” tegasnya.
Bang Lim mengaku pernah mengikuti pelatihan di berbagai rumah sakit dan institusi. “Saya training di RSUD, puskesmas. Bahkan dokter-dokter pun baru tahu kalau service sekompleks ini,” ceritanya. Dalam pandangannya, jika pejabat-pejabat negara pernah menjadi cleaning service dulu, Indonesia bisa saja jadi negara maju. Kenapa? Karena dari profesi ini, orang diajarkan kerja cepat, detail, empati, dan pelayanan.
“Kalau lu udah pernah ngosek WC, lu enggak bakalan seenaknya buang sampah sembarangan,” ujarnya lantang. Bahkan untuk urusan kimia, fisika, hingga matematika, menurutnya semua ada ilmunya dalam profesi ini. “Contoh kecil, floor cleaner itu harus dicampur dengan takaran tepat. Salah takaran, lantai bisa lengket atau malah rusak.”
Kisah perjuangan Bang Lim pun bukan tanpa liku. Ia sempat dianggap remeh saat membangun usaha CV Smart Nusa, di mana awalnya ia hanya mampu membayar supervisor Rp500 ribu dan pegawai Rp250 ribu per bulan. Namun semangatnya tak luntur. Kini, perusahaannya telah menangani 13 distrik, termasuk kerja sama besar seperti Goklin bersama Gojek.
“Saya pernah dilatih orang Eropa, China, India, Jerman, dan Amerika. Saya punya lima guru,” ujar Bang Lim bangga. Bahkan ia menyebut bahwa perusahaan cleaning service harus mampu menguasai minimal lima area: pabrik, sekolah, kantor, mal, dan rumah sakit. “Kalau sudah menguasai ini, baru bisa dibilang mapan,” tambahnya.
Namun, meski sudah berkembang, diskriminasi tetap ada. Bang Lim bahkan menyebut sistem saat ini sebagai bentuk “perbudakan yang dilegalkan”. “Kalau user enggak mau naikkan harga, kami yang kena imbas. Jadinya mirip perbudakan,” ucapnya. Ia berharap masyarakat bisa lebih manusiawi terhadap pekerja kebersihan.
“Kalau toilet manor aja diajarin di sekolah anak saya, masa orang dewasa masih seenaknya buang pembalut di kloset?” katanya menyoroti minimnya edukasi tentang etika kebersihan. Menurutnya, semua ada tempatnya. Semua ada SOP-nya.
“Kami hanya ingin dimanusiakan,” tutupnya lirih namun penuh makna.
Penulis: HAYYIL ZARKASI