Oleh : Ustadz Abu Ziyad Desman, M.A.
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين، أما بعد
Bahwasanya kita selepas Ramadan itu kayumi waladatu ummuh (seperti hari dilahirkan oleh ibu kita). Kita kembali seperti dilahirkan oleh ibu kita, artinya kita seperti kertas baru, tidak berdosa, bersih. Ini yang hendaknya kita mintakan kepada Allah dan kita minta kepada Allah seperti yang kita lantunkan dalam munajat di Ramadan:
اللهم أعْتِقْ رقابنا من النار
“Ya Allah, hapuskan nama-nama kami dari catatan penghuni neraka.”
Banyak keindahan dan kelezatan doa yang kita ungkapkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima amal ibadah kita, kemudian menjadikan kita semua orang-orang yang betul-betul meraih predikat takwa yang kita cita-citakan.
Maka gambaran sesungguhnya seseorang yang mendapatkan Lailatul Qadar, indikasinya adalah seperti yang diungkapkan oleh para ulama di dalam kitab-kitab mereka:
- Amalan mereka bertambah dari tahun-tahun sebelumnya.
Ini indikasi kita diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala ibadah kita dan mendapatkan malam keutamaan tersebut.
Kembali ke Bulan Syawal
Ikhwan sekalian yang dimuliakan Allah, sekarang kita lepas dari Ramadan, kita kembali di bulan Syawal setelah kita insya Allah diampuni dosa. Kita mulai lagi bergelut dengan kehidupan dunia ini—mau tak mau kita harus menjalaninya.
Di sini, fitnah setan kembali menggerogoti kita. Setan kembali bersungguh-sungguh untuk memperdayakan kita, menjatuhkan kita kembali ke dalam kemaksiatan. Ini yang diupayakan oleh setan, iblis, dan bala tentaranya. Mengapa? Karena mereka tertahan di bulan Ramadan, tidak leluasa mengganggu kita.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“وصفدت الشياطين”
“Setan-setan dibelenggu.”
Maka setelah Ramadan, setan dilepas kembali, dan tentu mereka akan berusaha sungguh-sungguh untuk memperdayakan kita, menjatuhkan kita lagi ke dalam lembah kemaksiatan.
Lihatlah, ikhwah sekalian, baru satu hari kita selesai Ramadan—kecuali mereka yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala—lihat bagaimana tradisi kita berhari raya:
- Kembali ikhtilat (campur baur laki-perempuan).
- Bersalaman laki-perempuan.
- Bahkan ada di antara kaum muslimin menyambut Idul Fitri dengan musik, minuman keras.
- Pergi healing ke tempat-tempat wisata.
Ini tradisi yang sebetulnya Islam tidak melarang kita untuk pergi healing atau wisata, tetapi kita harus menjaga aturan-aturan. Jangan sampai ibadah yang kita lakukan dilumuri kembali dengan dosa dan maksiat.
فَلْيَعُذْ بِاللهِ مِنَ الذَّلِك
Kita berlindung kepada Allah dari hal itu.
Semoga kita semua dihindari, diselamatkan, dan diberi taufik oleh Allah. Alhamdulillah, ini yang kita syukuri, ikhwah sekalian: diberi petunjuk untuk mengenal mana yang halal dan haram dalam syariat Islam.
Dampak Dosa pada Jiwa
Di kesempatan singkat ini, kita akan membahas apa yang dikatakan oleh Syaikh Ibrahim bin Amir tentang dampak dosa bagi diri kita.
Beliau berkata:
“فَيَنْبَغِي لِلْعَبْدِ فِي تَزْكِيَةِ نَفْسِهِ أَنْ يَكُونَ خَبِيرًا بِالْإِيمَانِ”
“Sepantasnya bagi seorang hamba untuk terus mensucikan jiwanya dan meningkatkan keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Ini terus kita upayakan:
- Bagaimana mensucikan jiwa.
- Meningkatkan keimanan.
Di antara sebab-sebab yang merusak atau menambah keimanan adalah:
- Khibrah bidzunub wa ātsāruha ‘alan nafs (pengalaman dengan dosa dan bekasnya pada jiwa).
- “فَإِنَّ الذُّنُوبَ لَهَا آثَارٌ عَلَى النَّفْسِ”
“Sesungguhnya dosa itu memiliki bekas pada jiwa.”
Sebagian manusia tidak tahu atau tidak mau tahu dengan perkara ini. Jika dia ditimpa dosa, dia tidak tahu cara mengobatinya—seperti orang sakit yang tidak mau berobat.
Allah berfirman:
“وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ” (QS. Asy-Syu’ara: 80)
“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku.”
Kita disuruh berikhtiar untuk berobat. Begitu juga dalam agama, kita harus tahu ke mana kita berobat.
Empat Golongan Manusia dalam Menghadapi Dosa
- Kelompok Pertama (Jabariyah)
- Menyandarkan dosa kepada Allah: “Saya melakukan dosa karena takdir Allah.”
- Ini seperti keyakinan orang musyrik dan kelompok Jabariyah.
- Allah berfirman tentang orang musyrik:
“سَيَقُولُ الَّذِينَ أَشْرَكُوا لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكْنَا” (QS. Al-An’am: 148)
“Orang-orang musyrik akan berkata: ‘Kalau Allah menghendaki, kami tidak akan berbuat syirik.'” - Ini juga seperti ucapan Iblis:
“رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي” (QS. Al-Hijr: 39)
“Wahai Rabbku, karena Engkau telah menyesatkanku…”
- Kelompok Kedua (Murji’ah)
- Mengakui dosa tetapi tidak bertobat, bersandar pada sifat Allah Yang Maha Pengampun.
- Mereka berkata: “إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ”
“Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” - Mereka beranggapan dosa tidak memengaruhi iman. Ini pemahaman yang salah.
- Kelompok Ketiga (Ahlut Taubat)
- Mengakui dosa, menyesal, dan segera bertobat.
- Rasulullah ﷺ bersabda:
“كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ”
“Setiap anak Adam bersalah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertobat.” - Ini kelompok yang wajib kita ikuti.
- Kelompok Keempat (Yang Mengambil Pelajaran)
- Mengakui dosa, bertobat, dan mengambil hikmah bahwa dosa itu terjadi karena dosa sebelumnya.
- Seperti ucapan Ibnu Sirin:
“إِنِّي لَأَعْرِفُ الذَّنْبَ الَّذِي أُصِيبُ بِهِ مِنْ ذَنْبٍ عَمِلْتُهُ قَبْلَ أَرْبَعِينَ سَنَةً”
“Aku tahu dosa yang menimpaku ini karena kesalahan yang kulakukan 40 tahun lalu.”
Penutup
Semoga kita termasuk golongan yang ketiga dan keempat:
- Segera bertobat ketika berdosa.
- Mengambil pelajaran dari kesalahan.
Dosa akan menggelisahkan jiwa. Rasulullah ﷺ bersabda:
“الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ، وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي صَدْرِكَ”
“Kebaikan adalah akhlak yang mulia, sedangkan dosa adalah apa yang menggelisahkan hatimu.”
Bulan Syawal adalah bulan peningkatan (syawala yusyawilu). Mari pertahankan amal Ramadan dan tingkatkan ketaatan.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته